BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah. Artinya, ma’rifat terhadap Allah SWT dan iman
kepadaNya adalah sesuatu yang telah terpasang dalam diri manusia. Seluruh
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, atau atas kebersihan dan kejernihan
yang asli, serta telah dirancang dan terpasang dalam dirinya untuk beriman
secara fitrah kepada Penciptanya, Allah SWT.
Dalam islam, pluralitas, yang dibangun diatas tabi’at asli, kecenderungan
individual, dan perbedaan masing-masing pihak masuk dalam kategori fitrah yang
telah digariskan oleh Allah SWT bagi seluruh manusia. Fitrah itu dapat saja
dibelenggu atau dikekang. Namun ia tetap sebagai sunnah (ketentuan) dari
sunnah Allah SWT yang tidak dapat berubah atau tergantikan.
Indonesia adalah salah satu bangsa yang paling pluralis di dunia. Dengan
ribuan pulau yang ada diwilayahnya, baik yang besar maupun yang kecil, baik
yang dihuni maupun yang tidak, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di
dunia, dan Negara dengan latar belakang yang paling beraneka ragam. Dengan
sekitar 400 kelompok etnis dan bahasa yang ada dibawah naungannya, Indonesia
juga adalah sebuah Negara dengan kebudayaan yang sangat beragam.
Kata “pluralis” berasal dari bahasa Latin “plures” yang berarti
“beberapa” dengan implilaksi perbedaan. Pluralisme adalah pandangan filosofis
yang tidak mau mereduksi segala sesuatu pada satu prinsip terakhir, tetapi
menerima adanya keragaman. Pluralisme meliputi bidang kultural, poitik dan
agama. Terhadap pengertian yang bias dengan relativisme ini, tentu saja orang
yang beragama tidak dapat menerima sepenuhnya. Oleh karena itu pemahaman yang
berbeda terhadap ide pluralisme akan selalu terjadi di kalangan tokoh-tokoh
agama. Nurcholis Madjid memaknai : “pluralisme” sebagai suatu sistem nilai yang
memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan, dengan menerimanya
sebagai sebuah kenyataan dan berbuat sebaik mungkin berdasarkan kenyataan itu.
Alwi Shihab memberikan bebeapa pengertian dan catatan mengenai pluralisme
sebagai berikut : Pertama, pluralisme tidak semata-mata menunjuk pada kenyataan
adanya kemajemukan, tetapi juga keterlibatan aktif terhadap kenyataan
kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari seseorang baik ditempat kerja, di kampus, maupun di
tempat berbelanja. Akan tetapi dengan melihat pengertian yang petama ini, orang
tersebut baru dapat dikatakan menyandang sifat “pluralis” apabila dapat
berinteraksi secara positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata
lain, dengan pluralisme tiap pemeluk agama tidak hanya dituntut untuk mengakui
keberadaan hak agama Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam lain,
tetapi ikut terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna
tercapainya kerukunan dalam kebhinekaan. Kedua, pluralisme harus dibedakan
dengan kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realitas, yang
di dalamnya berbagai ragam agama, ras, dan bangsa, hidup secara berdampingan di
sebuah lokasi. Namun demikian tidak terjadi interaksi positif antar penduduk
lokasi tersebut, khususnya di bidang agama. Ketiga, konsep pluralisme tidak
dapat disamakan dengan relativisme. Seorang relativis akan berasumsi bahwa
hal-hal yang menyangkut “kebenaran” atau “nilai” ditentukan oleh pandangan
hidup serta kerangka berpikir seseorang atau masyarakatnya. Implikasi dari
paham relativisme agama adalah bahwa doktrin agama apapun harus dinyatakan
benar dan semua agama adalah sama. Ke-empat, pluralisme agama bukanlah
sinkretisme, yaitu menciptakan suatu agama baru dengan memadukan unsur-unsur
tertentu dari berbagai ajaran agama.
2. Rumusan
Masalah
Adapun permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini diantaranya tentang Islam dan pluralisme di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi Pluralisme
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “Pluralisme” berasal dari kata
“plural” yang artinya jamak atau lebih dari satu. Pluralistis mengandung arti
banyak macam, bersifat keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan
sistem sosial dan politiknya).
Menurut M. Shiddiq al-Jawi Istilah Pluralisme (agama) sebenarnya
mengandung 2 (dua) hal sekaligus, Pertama, gambaran realitas bahwa di sana ada keanekaragaman
agama. Kedua, pandangan atau pendirian filosofis tertentu menyikapi realitas
keanekaragaman agama yang ada.
Menurut
The Oxford English Directory, pluralisme berarti “sebuah watak untuk
menjadi plural”, dan dalam ilmu politik didefinisikan sebagai :
1) Sebuah teori yang
menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan
pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan
seseorang dalam masyarakat. Juga, percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di
antara partai-partai politik yang ada.
2) Keberadaan toleransi
keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu masyarakat atau
negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada pada sebuah badan atau
institusi dan sebagainya.
Sedangkan
dalam Islam yang dimaksud pluralisme adalah paham kemajemukan yang
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang bersifat positif dan sebagai keharusan
bagi keselamatan umat manusia.
Pluralitas merupakan kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan)
dan kekhasan. Pluralitas tidak dapat dimasukan kepada kesatuan yang tidak
mempunyai bagian-bagian yang tidak menciptakan “keutamaan”, ”keunikan”, dan
”kekhasan” tersendiri. Tanpa adanya
kesatuan yang mencakup seluruh segi maka tidak dapat dibayangkan kemajemukan,
keunikan, kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga sebaliknya.
- Hakikat Pluralisme dalam Islam
Pluralisme atau kemajemukan adalah kenyataan yang telah menjadi kehendak
Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-quran (Qs:49 ayat 13).
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$#
$¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz
`ÏiB 9x.s
4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur
$\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur
(#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r&
yYÏã «!$#
öNä39s)ø?r& 4
¨bÎ) ©!$#
îLìÎ=tã ×Î7yz
Artinya: “Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. Al-hujarrat : 13).
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana umat islam mengembangkan
dimensi pluralitas itu sehingga menerima pluralisme, yakni sistem nilai yang
memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan
menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan
itu.
Pluralisme dan kemajemukan bersifat
“Alami dalam diri manusia dan mereka diciptakan dengan kesiapan untuk
itu” serta ditakdirkan untuknya. Pluralisme dan kemajemukan adalah “Ciptaan
Illahi”, bukan sekedar sesuatu yang dibolehkan atau satu macam hak dari hak
asasi manusia. Jika kemajemukan dan pluralitas merupakan faktor-faktor yang
membuahkan perbedaan maka faktor kesatuan kemanusiaan menjadi ikatan persatuan
mereka. Karena “tidak mungkin manusia berbeda pada lahir mereka, tetapi tidak
berbeda dalam batin mereka. Dan tidak sesuai pula dengan hikmah jika sesuatu
terus membanyak, tapi tidak berbeda-beda. Juga tidak mungkin jika suatu jenis
dan macam telah disatukan, tapi elemen-elemennya tidak kunjung bertemu dan
bersatu
Jika tidak ada pluralitas, perbedaan dan perselisihan niscaya tidak ada
motivasi untuk berlomba, saling dorong, dan berkompetisi diantara individu,
umat, pemikiran, filsafat serta peradaban-peradaban, dan hidup inipun akan
menjadi stagnan dan tawar, serta mati tanpa dinamika. Juga manusia tidak akan
dapat mewujudkan tujuan-tujuan amanah kekhalifahan yang telah diembankan, yaitu
agar mereka membangun bumi dan mengembangkan wujud peradaban mereka. Keimanan
akan kemajemukan, kekhasan, dan perbedaan adalah motivator bagi kreativitas,
serta saling dorong dalam medan
kemajuan, pembangunan, dan peningkatan peradaban. Sementara, keyakinan akan
ketunggalan model pemikiran dan peradaban adalah pintu taqlid, peniruan, dan
pada akhirnya membawa kepada stagnasi dan hilangnya potensi kreativitas yang
mengantarkan kepada kematian. Karena hikmah Ilahiah yang amat besar ini maka
Allah SWT menjadikan manusia berbeda-beda.
- Pandangan Islam Terhadap Pluralisme
Hubungan islam dan pluralisme memiliki dasar argumentasi yang kuat.
Menurut Nurcholish Majid hal itu berangkat dari semangat humanitas dan
universalitas Islam. Yang dimaksud
dengan semangat humanitas adalah Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah)
atau dengan kata lain cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita manusia pada
umumnya. Dan misi Nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh
alam, jadi bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas islam saja.
Sedangkan pengertian universalitas islam dapat dilacak dari term al-islam yang
berarti sikap pasrah pada Tuhan . dengan pengertian tersebut, semua agama yang
benar pasti bersifat al-islam. Tafsir al-islam seperti ini bermuara pada konsep
kesatuan kenabian dan kerasulan, yang kemusiaan dalam urutannya membawa kepada
konsep kesatuan umat yang beriman.
Islam secara tegas memandang pliralisme sebagai suatu keniscayaan dan
bahkan secara positif menyikapinya. Bukti normatif lain yang ditunjukan
Nurcholish adalah terdapatnya gagasan ahl al-kitab dalam al-quran, yaitu
konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada para penganut agama lain yang
memiliki kitab suci . ini tidak berarti memandang semua agama sama, suatu hal
yang mustahil, mengingat kenyataan agama yang ada adalah berbeda-beda dalam
banyak hal sampai sampai ke hal yang prinsip. Tetapi memberi pengakuan sebatas
hak masing-masing untuk berada (bereksistensi) dengan kebebasan menjalankan
agama masing-masing.
Bertolak dari pandangan bahwa islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah),
yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal;
Nurcholish berpendapat cita-cita keislaman di Indonesia adalah sejalan dengan
cita-cita manusia indonesiapada umumnya. Ia yakin betul bahwa pandangan ini
merupakan salah satu ajaran pokok islam. Karenanya Nurcholish berpendapat
bahwa, “sistem politik yang sebaiknya diterapkan diIndonesia adalah sistem yang
tidak hanya baik untuk umat islam, tetapi juga yang membawa kebaikan untuk
semua anggota masyarakat Indonesia .”
Pikiran bahwa yang dikehendaki oleh islam adalah suatu sistem yang
menguntungkan semua orang. Termasuk mereka yang bukan muslim, menurutnya adalah
sejalan dengan watak inklusif islam. Pandangan ini, menurutnya telah memperoleh
dukungannya dalam sejarah awal islam.
Dari alur pemikiran Nurcholish di atas, pada intinya ia hendak
menandaskan bahwa islam, melalui kekuatan doktrin ajaran dan bagaimana
kesejarahanya, memiliki peran besar dalam mengembangkan paham pluralisme agama,
memang ia mengakui bagaimanapun tetap ada kendala berupa munculnya sikap
tertutup dan tidak suka terhadap agama lain. Prasangka negatif adalah bagian
dari kenyataan hubungan antar kelompok. Namun tidak semua kelompok membenarkan
adanya prasangka kepada kelompok lainnya dan banyak dari mereka yang mempunyai
komitmen untuk memberantasnya. Menurut Nurcholish, pengalaman historis umat
islam dalam mempraktekan pluralisme benar-benar mengesankan, namun beberapa
abad belakangan mengalami gangguan. Sebabnya ialah karena faktor imperialisme
barat (Eropa-kristen) terhadap dunia islam dan gerakan zionisme yahudi.
Dua hal itu menyebabkan timbulnya konflik yang rumit di kalangan versus
kristen dan Yahudi. Meskipun demikian bagi Nurcholis, kendala itu tidak boleh
membuat umat islam menurun prestasinya dalam mengembangkan semangat toleransi.
Berkat kemajuan pendidikan, umat islam dapat secara kreatif mengolah pengalaman
masa lalunya, untuk ditransformasikan kedalam bentuk-bentuk toleransi dan
pluralisme modern, dengan sedikit saja perubahan seperlunya beberapa konsep dan
ketentuan teknis operasionalnya.
Pendeknya, Nurcholis hendak mengiring bahwa umat islam Indonesia pun harus bisa mewarisi
semangat pluralisme yang tinggi. Ia selalu menekankan baik pada umat islam
sendiri maupun non muslim bahwa bersikap positif pada pluralisme adalah suatu
keharusan, bukan saja karena doktrin agama memang mendukung demikian, tetapi
terlebih karena tuntutan objektif dari realitas kehidupan modern.
- Pluralisme Ekonomi Islam
Dari sisi metodologis, ekonomi islam dapat dipahami sebagai hukum
muamalah yang bersumber dari wahyu (al-quran dan al-hadits) dan dikembangkan
melalui penalaran akal budi (ijtihad). Oleh karenanya, kemajuan dan
pengembangan ekonomi islam, sangat tergantung kepada kecerdasan para
penganutnya, karena kemajuan islam identik dengan pembaharuan intelektualisme.
Begitu juga ekonomi lainnya, metodologi mereka dibangun atas
intelektualitas pemikiran dan penggagasannya. Intelektualisme itulah ideologi
mereka sebagai bangunan atas paradigma bepikir tentang konsep dan teori
ekonominya, sehingga melahirkan sistem ekonomi. Setiap sistem ekomoni dibangun
atas ideologi yang memberikan landaasan dan tujuannya serta prinsip-prinsipnya.
Seperti, ekonomi kapitalis berakar pada pengembangan ideologi liberalisme,
ekonomi sosoalis berlandaskan pada ideologi komunisme dan ekonomi demokrasi
berdasarkan atas ideologi pancasila. Begitu juga ekonomi islam, mengembangkan
dirinya berdasarkan wahyu illahi.
KESIMPULAN
Islam tidak memandang pluralitas sebagai sebuah perpecahan yang membawa
kepada bencana. Islam memandang pluralitas sebagai rahmat yang Allah turunkan
kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi dinamis dan tidak
stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang
terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak membosankan karena selalu ada
pembaruan menuju kemajuan.
Pandangan islam yang lebih luwes dalam memaknai pluralitas menjadikan
warna-warni dalam khasanah keilmuan islam.Nurcholis majid selaku tokoh yang
sangat konsisten dalam pluralitas mencoba mengaplikasikan suatu paham dimaa dia
menganggap bahwa tidak perlu di indonesia
ini di berlakukan syariat islam karena Pancasila pun sudah memiliki nafas
islam.
Dari sisi perkembangan dan
perluasan, ekonomi harus tetap ada pada beberapa kelompok kekuatan ekonomi yang
terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah disinggung seperti dalam
masalah-masalah diatas, pluralisme berusaha menyamakan permasalahan agama
dengan perkara-perkara politik, ekonomi dan partai. Sehingga dari situ mereka
berkesimpulan bahwa dalam segala aspek sosial diperlukan pluralitas, oleh
karenanya hal itu harus dimunculkan dan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Topik, dkk. 1996. Jalan Baru Islam. Bandung : Mizan
Aziz, Ahmad Amir. 1999. Neo-modernisme
Islam di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Coward, Harold, Pluralisme
Tantangan Bagi Agama-Agama, Terjemahan, Kanisius, Yokyakarta, 1989
Djamari, Agama Dalam Perpektif
Sosiologi, Alfabeta, Bandung, 1993
Imarah, Muhammad. 1999. Islam
dan Pluralitas. Jakarta
: Gema Insani
M. Syafi’I, Anwar. 1995. Pemikiran
dan Aksi Islam Indonesia .
Jakarta :
Paramadina.
Nataatmaja, Hidayat.1983. Membangun Ilmu Pengetahuan
Berlandaskan Ideologi. Bandung :
Penerbit Iqra
Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Modernitas, Tentang
Transormasi Intelektual Terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka
Racman, Budhy Munawar, Islam Pluralis,
Wacana kesejarteraan Kaum Beriman, Paramadina, Jakarta, 2001
Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
ReplyDeleteSITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
dengan kemungkinan menang sangat besar.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
• AduQ
• BandarQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• FaceBook : @TaipanQQinfo
• WA :+62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
Come & Join Us!!